Fabio Quartararo mengatakan dia tidak pernah berharap bisa menjadi juara dunia kelas MotoGP, terutama periode yang agak lesu di kelas Moto2 dan Moto3 sebelumnya.
Misano, NontonMotoGP — Pembalap muda asal Nice, Prancis, Fabio Quartararo meraih gelar juara dunia MotoGP perdananya bahkan sebelum bendera finis berkibar, tepatnya di dua lap tersisa pada balapan MotoGP Emilia Romagna 2021, kemudian dia berhasil finis keempat.
Ditambah saingan utamanya dalam perebutan gelar, Francesco Bagnaia (Ducati Lenovo) tersingkir dari balapan.
Rider Monster Energy itu kini sukses besar di kelas utama, jauh berbeda ketika berlaga di kelas Moto2 dan Moto3.
Karir Quartararo memang naik turun dengan sangat besar perbedaannya, mulai dari menjadi juara selama dua musim beruntun di CEV Moto3 Junior World Championship 2013 dan 2014, tapi entah bagaimana kemudian dia kesulitan di ketika naik ke Moto3 dan Moto2.
Quartararo berada di urutan ke-10 klasemen akhir Moto3 2015 yang diganggu cedera, klasemen 13 pada 2016, klasemen 13 di Moto2 2017, dan klasemen 10 di Moto2 2018.
Oleh karena itu, ketika Petronas memilih Quartararo untuk tim Satelit mereka, Petronas Yamaha SRT pada 2019, semua orang sangat kecewa dan menyebut El Diablo pilihan yang kurang tepat.
Tapi performa musim debut Quartararo di MotoGP 2019 membuat semua orang tercengang, yang awalnya diremehkan kini berubah menjadi monster paling menakutkan dengan daya konsistensi yang terlampau sulit ditandingi.
Yamaha kemudian menunjuk Quartararo sebagai pengganti rider Italia, Valentino Rossi di tim utama mulai 2021 ini, akhirnya membuahkan hasil manis gelar juara dunia.
“Ketika saya memenangkan dua gelar juara Spanyol (CEV), tentu saja langkah pertama adalah memenangkan gelar juara dunia Moto3, tapi saya bahkan tidak meraih kemenangan,” kenang rider berusia 22 tahun itu, seperti dimuat Speed Cafe.
“Kemudian saya pindah ke Moto2, (dan) saya mencoba untuk mendapatkan kepercayaan diri kembali.
Tahun pertama, tidak tercapai; tahun kedua, ya. Kami memenangkan dua balapan – OK, satu dibatalkan (diskualifikasi; pelanggaran teknis), tetapi saya tahu bahwa saya memenangkan balapan itu – tapi saya tak pernah berpikir bisa naik ke MotoGP,” sambungnya bercerita.
“Jadi gelar juara dunia Moto2 juga tidak mungkin didapat, dan sangat jauh (dari pencapaian), jadi satu-satunya cara untuk menjadi juara dunia adalah di MotoGP, dan kami mencapainya, jadi, sesuatu yang tidak pernah saya harapkan,” akuinya.
Quartararo mengakui bahwa dia hampir tidak merasa mampu mengendarai motor MotoGP ketika dia menaiki motor Yamaha, salah satu mesin yang kurang kuat di lintasan lurus, dalam tes perdana setelah musim 2018 berakhir.
“Ketika saya melakukan tes pertama di Valencia pada 2018, saya berkata ‘Apa yang saya lakukan dengan motor itu?’ Anda tahu?” dia ingat.
“Saya tidak bisa mengendarainya; begitu banyak power. Saat ini, saya malah meminta lebih banyak powe lagi,” jelasnya sambil tertaw.
Rata-rata pembalap Moto2 yang pertama kali menggunakan motor MotoGP akan kaget dengan power mesin 1000cc, sekalipun dengan Yamaha yang paket balapnya paling sedikit power ketimbang motor dari pabrikan lain.
Baca: Serangan Terakhir Rossi ke Marquez: Kok Ada Pembalap Kayak Gini
Kini Quartararo berhasil membawa Yamaha kembali ke tangga juara, terakhir kali dilakukan oleh rider Spanyol, Jorge Lorenzo pada musim 2015 silam. (DN/eV)