Honda dan Yamaha melakoni musim yang sangat sulit dan makin tak mampu mengimbangi tiga merek Eropa. Brivio, yang membawa Suzuki meraih gelar juara pada 2020, yakin bahwa pabrikan Jepang telah gagal mengikuti budaya pengembangan yang diprakarsai oleh para pesaingnya.
Sementara, Dorna sedang mempertimbangkan konsesi teknis untuk membantu mereka, mantan manajer tim Suzuki ini percaya bahwa merek-merek tersebut harus berusaha untuk menempatkan diri mereka di garis depan dalam perlombaan inovasi.
“Hal ini mungkin sudah diperkirakan dua atau tiga tahun lalu,” ujar pria yang kini menangani berbagai proyek kompetisi Alpine ini kepada situs resmi MotoGP.
“Semua orang tahu bahwa mereka mungkin perlu meninjau kembali pendekatan mereka. Beberapa tahun silam, ini adalah urusan Jepang ketika Honda, Yamaha dan Suzuki bersaing satu sama lain. Pabrikan Eropa mengembangkan motor, mereka melontarkan ide-ide. Beberapa hal berhasil, beberapa tidak.
“Namun pada saat ini, mereka makin siap, dan ketika sudah siap, semua ide baru mereka berhasil. Tiba-tiba orang Jepang, yang memiliki, jika boleh saya katakan, motor yang lebih sederhana, tanpa terlalu banyak gawai, tertinggal di belakang karena tiba-tiba semua ide mulai bekerja.
“Sekarang, masih sulit karena ketika Anda meniru, Anda selalu tertinggal. Anda harus kreatif untuk membuat sesuatu yang lebih baik, tapi itu tidak mudah. Sayang sekali, saya harap mereka akan menemukan cara untuk mengganti waktu yang hilang, untuk kembali bertarung.”
Alex Rins, yang memiliki Davide Brivio sebagai bosnya selama musim-musim pertamanya di MotoGP bersama Suzuki, akan meninggalkan tim LCR Honda untuk bergabung dengan Yamaha tahun depan.
Dalam beberapa tahun terakhir, pembalap Spanyol ini telah melihat merek-merek Eropa makin unggul. Sebaliknya, Honda dan Yamaha, yang setia pada mentalitas Jepang, lebih suka menunggu dan melihat. Alhasil, mereka kurang optimal mengembangkan mesin.
“Saya terkesan dengan cara tim-tim Eropa mengembangkan motor mereka,” ujar Rins dalam kunjungannya ke Red Bull Ring. “Kemajuan mereka sangat mengesankan. Bukan hanya Ducati, tapi juga Aprilia dan KTM. Mereka bekerja sangat keras. Dua pabrikan Jepang itu tertinggal. Dalam hal hasil, Honda lebih menderita daripada Yamaha, itu juga terjadi di Silverstone dan (di Red Bull Ring).
“Tapi, mereka sedang berusaha untuk maju. Saya tak ingin menghakimi, tapi saya pikir mereka harus mengubah mentalitas mereka, cara kerja mereka. Namun, hal itu tidak berada di tangan para pembalap, melainkan di tangan para insinyur.”
Pabrikan Jepang mesti mengikuti ritme merek Eropa
Foto oleh: Gold and Goose / Motorsport Images
Rencana 3-5 Tahun
Davide Brivio melihat kesulitan merek-merek Jepang saat ini sebagai kesempatan yang ideal untuk memikirkan kembali pendekatan pengembangan. Menurutnya, proses seperti itu berarti menyerah pada kesuksesan jangka pendek karena semuanya harus dibangun kembali.
“Mereka berada dalam situasi yang sulit, semua orang tahu itu. Di satu sisi, ini adalah kesempatan besar bagi mereka karena mereka bisa merestrukturisasi, memikirkan bagaimana cara untuk mencapai level berikutnya atau langkah berikutnya,” ia menjelaskan.
“Ini adalah waktu terbaik untuk menentukan rencana tiga atau lima tahun ke depan, dan menyusun peta jalan untuk kembali bertarung.”
Pria Italia itu mendesak para pembalap untuk memproyeksikan diri mereka ke dalam program semacam itu dalam jangka panjang.
“Para pembalap mungkin berada dalam situasi yang sulit saat ini, tetapi jika Anda memiliki rencana dan Anda tetap bertahan, mungkin Anda dapat mengambil keuntungan dari hal tersebut dua tahun ke depan,”tuturnya.
“Yang pasti, kami harus bersabar. Ducati membuat motor baru pada 2015 dan memenangi kejuaraan pada 2022. Anda harus bersabar dalam persaingan.”