Greenflation Dan Transisi Kendaraan Listrik di Indonesia
Sejak beberapa hari terakhir, diksi ‘greenflation’ banyak dituturkan publik di Indonesia. Hal itu bermula ketika Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut dua, Gibran Rakabuming Raka melempar pertanyaan ke Cawapres nomor urut tiga, Mahfud MD, terkait fenomena tersebut. Sebagai catatan, greenflation secara harfiah diartikan sebagai inflasi hijau. Greenflation merupakan kenaikan harga barang dan jasa atau inflasi sebagai konsekuensi dari transisi perekonomian konvensional ke ramah lingkungan.
Abdullah Alwi selaku Sekretaris Asosiasi Industri Motor Listrik Indonesia (AISMOLI) mengatakan, Indonesia masih jauh dari greenflation. Sebab, kebutuhan produk ramah lingkungan seperti motor-mobil listrik masih sangat terbatas. Kondisi yang terjadi di Indonesia tak bisa disamakan dengan Eropa.
“Indonesia baru akan mengalami greenflation kalau pemerintah memberikan pengumuman tidak akan menjual bahan bakar fosil dan memaksa beralih sepenuhnya ke energi bersih (kendaraan listrik). Jadi ada peningkatan permintaan (dari sektor hijau),” ujar Abdullah Alwi saat menyampaikan materi di program Xplore Motor Listrik yang digelar Bisnis Indonesia, Kamis (25/1).
“Di Eropa memang sudah terjadi, karena mereka sudah merencanakan tahun sekian energi fosil disetop. Jadi mereka sudah mendapat gambarannya akan seperti apa,” tambahnya.
Senada dengan Abdul, Ahmad Heri Firdaus selaku peneliti The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menegaskan, Indonesia masih jauh dari greenflation selagi permintaan produk hijau seperti kendaraan listrik masih timpang dibandingkan produk konvensional.
“Kalau greenflation kan merujuk pada kenaikan harga barang dari tingginya permintaan barang-barang elektrifikasi. Terjadi hukum demand-suplai. Indonesia masih jauh, ini maraknya di Eropa karena terjadi transisi energi besar-besaran,” terang Heri.
“Indonesia memang perlu mengantisipasi, namun ini memang masih jauh. Greenflation bisa diatasi dengan peningkatan investasi untuk menjaga stabilitas harga,” kata dia menambahkan.
Dalam konteks global, transisi ke kendaraan listrik memang sedang marak. Banyak negara-negara maju telah berkomitmen untuk mematikan kendaraan konvensional berbahan bakar fosil dan beralih sepenuhnya ke kendaraan listrik. Upaya tersebut menjadi langkah awal untuk mengurangi emisi karbon dan menyesuaikan diri dengan target-target lingkungan yang semakin ketat.
Namun, di Indonesia, transisi ini masih belum terlalu terasa. Kendaraan listrik baru mulai mendapatkan perhatian yang lebih serius dalam beberapa tahun terakhir. Pasar kendaraan listrik dan infrastruktur pendukungnya masih dalam tahap awal pengembangan.
Meskipun begitu, pemerintah Indonesia sebenarnya telah memberikan beberapa stimulus untuk mendukung penetrasi kendaraan listrik di Tanah Air. Beberapa kebijakan insentif pajak dan dukungan infrastruktur sudah diberlakukan untuk mendorong adopsi kendaraan listrik.
Namun, implementasi kebijakan tersebut masih perlu ditingkatkan agar transisi ke kendaraan listrik dapat berjalan lebih cepat dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Infrastruktur pengisian daya dan harga kendaraan listrik merupakan dua hal utama yang masih menjadi hambatan utama untuk adopsi kendaraan listrik di Indonesia.
Perusahaan otomotif dan pemerintah perlu bekerja sama untuk menjembatani kesenjangan ini. Pemerintah perlu terus mendorong investasi dalam infrastruktur pengisian daya yang merata di seluruh Indonesia. Hal ini menjadi penting mengingat Indonesia adalah negara kepulauan dengan berbagai tantangan geografis yang perlu diatasi untuk mendukung adopsi kendaraan listrik secara massal.
Selain itu, harga kendaraan listrik juga masih cukup tinggi di Indonesia. Meskipun telah ada insentif pajak, harga kendaraan listrik masih belum sepenuhnya kompetitif jika dibandingkan dengan kendaraan konvensional berbahan bakar fosil. Diperlukan upaya bersama antara pemerintah dan produsen kendaraan listrik untuk mencari solusi agar harga kendaraan listrik bisa lebih terjangkau bagi masyarakat.
Selain itu, kesadaran masyarakat mengenai manfaat kendaraan listrik juga perlu ditingkatkan. Edukasi mengenai keunggulan kendaraan listrik dalam hal efisiensi energi dan dampak lingkungan positifnya perlu terus disosialisasikan agar masyarakat semakin tertarik untuk beralih ke kendaraan listrik.
Dengan peningkatan kesadaran masyarakat, permintaan akan kendaraan listrik di Indonesia juga diharapkan akan terus meningkat. Hal ini dapat menjadi pendorong bagi industri kendaraan listrik di Indonesia untuk terus berinovasi dan berkompetisi dalam meningkatkan kualitas dan menurunkan harga kendaraan listrik.
Dalam menghadapi greenflation yang mungkin akan terjadi di masa depan, Indonesia perlu terus melakukan persiapan yang matang. Penyusunan kebijakan yang berpihak pada transisi energi bersih perlu didorong secara komprehensif. Hal ini termasuk dalam hal insentif pajak dan stimulus investasi untuk mendukung industri kendaraan listrik di Indonesia.
Selain itu, perlu adanya kerja sama antara pemerintah, industri, dan juga masyarakat dalam mengimplementasikan solusi untuk mengurangi dampak greenflation. Dukungan dari semua pihak akan menjadi kunci dalam menjaga stabilitas harga dan mendukung transisi yang lebih lancar ke kendaraan listrik di Indonesia.
Dengan adanya keterlibatan semua pihak, diharapkan transisi ke kendaraan listrik di Indonesia dapat berjalan lebih cepat dan terhindar dari konsekuensi negatif dari greenflation. Langkah-langkah yang diambil saat ini akan menjadi investasi penting untuk masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan bagi Indonesia.
Sebagai kesimpulan, transisi ke kendaraan listrik di Indonesia memang masih dalam tahap awal. Namun, upaya untuk mendorong adopsi kendaraan listrik perlu terus ditingkatkan agar Indonesia dapat mengikuti jejak negara-negara maju dalam mempercepat transisi ke energi bersih. Dengan adanya kerjasama antara pemerintah, industri, dan masyarakat, diharapkan Indonesia dapat mengatasi greenflation dan mewujudkan transisi ke kendaraan listrik yang lebih lancar dan berkelanjutan.