Jorge Martín Almoguera, pembalap Pramac Racing, baru saja meraih gelar juara yang telah lama dinantikannya di MotoGP. Dalam balapan yang penuh emosi di GP Solidaritas Barcelona, Martín berhasil mengatasi tantangan yang luar biasa, termasuk persaingan ketat dari Francesco Bagnaia yang meraih 11 kemenangan sepanjang musim ini. Kemenangan ini bukan hanya sekadar trofi, tetapi juga simbol dari perjuangan dan pengorbanan yang telah dilaluinya.
“Saya terkejut dan tidak tahu harus berkata apa. Ini adalah balapan yang sangat emosional bagi saya. Di lap terakhir, saya bahkan tidak bisa mengendalikan motor saya karena menangis. Kemenangan ini saya dedikasikan untuk keluarga dan para penggemar saya di Valencia,” ungkap Martín dengan penuh haru.
Martín menggambarkan balapan tersebut sebagai perjalanan panjang yang penuh dengan pasang surut. Ia mengungkapkan rasa syukurnya kepada semua orang yang telah mendukungnya sejak awal, termasuk tim yang memberinya kesempatan. “Saya tidak melalui jalan yang mudah untuk sampai di sini. Orang tua saya berjuang keras agar saya bisa mewujudkan impian menjadi juara MotoGP. Kami berhasil mencapainya, dan itu membuat saya lebih kuat,” tambahnya.
Setelah meraih gelar Moto3 pada 2018, Martín merasa bahwa pencapaian kali ini lebih berarti. “Ini adalah impian hidup saya. Saya bisa berhenti besok dan merasa puas, tetapi perjalanan saya masih panjang. Kami telah menambahkan satu bintang lagi di plat nomor saya, dan itu sangat penting,” jelasnya.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Martín adalah ketakutan akan kekalahan. “Itu adalah sesuatu yang harus saya jalani sepanjang hidup, tetapi tahun ini saya bekerja keras untuk menghilangkan rasa takut itu. Berkat bantuan psikolog saya, Xero Gasol, saya bisa membalap tanpa rasa takut kalah dan dengan semangat untuk menang,” ungkapnya.
Momen paling emosional bagi Martín terjadi ketika ia hampir melewati garis finis. “Saya tidak ingin melihat lap yang tersisa. Saat saya melihat orang tua saya dan Maria (rekannya) di layar, saya teringat momen-momen sulit dalam hidup saya, seperti saat ibu saya membuat makaroni untuk pergi balapan. Itu sangat sulit, tetapi saya harus kembali fokus karena saya belum memenangkan apa pun,” ceritanya.
Meskipun ada kekecewaan terhadap Ducati, Martín tetap berterima kasih kepada mereka. “Mereka memberi saya kesempatan untuk sampai ke MotoGP. Meskipun kami tidak finis dengan cara terbaik, mereka memberikan semua senjata yang saya butuhkan untuk berjuang,” ujarnya.
Martín menekankan betapa sulitnya memenangkan kejuaraan ini. “Tahun lalu saya tidak siap, tetapi tahun ini saya sudah siap secara mental. Saya menikmati setiap balapan meskipun ada banyak ketegangan,” katanya.
Kemenangan ini juga menjadi momen bersejarah, karena Martín adalah pembalap tim independen pertama yang meraih gelar juara di MotoGP. “Saya mengalahkan Pecco Bagnaia dan Marc Marquez yang merupakan pesaing hebat. Itu sangat berharga,” tuturnya.
Kini, pertanyaan besar muncul: apakah Martín mampu mempertahankan posisinya di musim depan? “Kami punya waktu satu bulan untuk memikirkannya. Yang terpenting adalah kami memiliki bintang kedua (juara dunia), dan saya ingin menaruh nama saya di trofi itu dan membawanya pulang. Ini adalah untuk seumur hidup,” pungkasnya.
Dengan semangat dan determinasi yang tinggi, Jorge Martín telah membuktikan bahwa ketakutan bisa diubah menjadi kemenangan. Kemenangannya bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk semua orang yang percaya padanya. Kini, penggemar MotoGP di Indonesia dan seluruh dunia menantikan aksi-aksi selanjutnya dari sang juara baru ini.