Musim MotoGP 2024 menjadi perjalanan yang penuh liku bagi Francesco “Pecco” Bagnaia. Meskipun ia meraih banyak kemenangan, delapan kali terjatuh di lintasan membuatnya kehilangan gelar juara. Di sisi lain, rivalnya, Jorge Martín, hanya mengalami tiga kali gagal finis. Dalam refleksinya, Bagnaia membagikan momen-momen krusial yang menjadi penyesalan baginya, termasuk kesalahan yang ia anggap bisa dihindari.
Salah satu insiden paling menyakitkan terjadi di Sprint Race MotoGP Inggris. Bagnaia memulai balapan dengan buruk dan, seperti yang diakui, ia terlalu memaksakan diri untuk mengejar ketertinggalan. Akibatnya, ia terjatuh saat berada di posisi ketiga. Kejadian ini memberikan keuntungan bagi Martín yang berhasil meraih sembilan poin, semakin memperkecil jarak di klasemen. “Itu adalah kesalahan terbesar saya,” ungkap Bagnaia saat ditanya tentang insiden tersebut.
Kecelakaan di Silverstone bukan satu-satunya yang mengganggu jalannya musim. Bagnaia juga menyebutkan momen di Misano sebagai salah satu kesalahan terburuknya. Di GP Emilia-Romagna, ia berada di posisi ketiga sebelum terjatuh. Meskipun ia mengeluhkan kondisi ban saat itu, kini ia menyadari bahwa insiden ini menjadi salah satu faktor hilangnya 20 poin yang seharusnya ia raih.
Kecelakaan di Barcelona juga menjadi sorotan bagi Bagnaia. Ia menggambarkan insiden tersebut sebagai yang paling bodoh, karena terjadi saat ia memimpin Sprint Race. “Saya terjatuh sendirian di lap terakhir,” ujarnya. Kecelakaan ini mengakibatkan rivalnya mendapatkan enam poin tambahan dan semakin memperlebar jarak di klasemen.
Kejadian lain yang menyakitkan adalah kecelakaan di Sprint Race Sepang. Bagnaia menabrak rivalnya dari Spanyol di lap ketiga dan menganggap insiden ini sulit diterima. “Saya tidak melakukan kesalahan. Saya datang lebih lambat, mungkin itu penyebabnya,” jelasnya. Ia merasa bahwa beberapa kecelakaan yang dialaminya sulit untuk dianalisis, terutama ketika ia merasa tidak bersalah.
Bagnaia juga menyadari bahwa kesalahan pribadinya tidak hanya berpengaruh pada dirinya sendiri, tetapi juga pada tim dan rival. “Saya harus belajar dari kesalahan saya,” ujarnya. Ia mencatat bahwa tiga kecelakaan yang dialaminya memiliki pola yang sama, di mana ia masuk ke tikungan dengan kecepatan lebih rendah namun tetap kehilangan kendali.
Namun, tidak semua kecelakaan adalah akibat dari kesalahan pribadi. Bagnaia mengingat beberapa insiden yang terjadi di luar kendalinya. “Empat kecelakaan itu bukan karena kesalahan saya. Satu di Le Mans dan tiga lainnya akibat tabrakan dengan pembalap lain,” kenangnya. Ia merujuk pada situasi-situasi di mana ia terjatuh karena tindakan pembalap lain, seperti Marc Márquez dan Brad Binder.
Dalam momen reflektifnya, Bagnaia menyadari bahwa mungkin ia bisa mengambil pendekatan yang berbeda untuk menghindari tabrakan tersebut. “Mungkin saya seharusnya menunggu sedikit lebih lama,” ujarnya. Meskipun ia merasa lebih cepat dari rivalnya, ia menyadari bahwa terkadang menunggu adalah pilihan yang lebih bijak.
Musim 2024 menjadi pelajaran berharga bagi Bagnaia. Dengan berbagai pengalaman pahit dan manis, ia bertekad untuk memperbaiki kesalahan dan mengoptimalkan performanya di musim depan. “Kami akan mencoba untuk meningkatkannya,” tutupnya dengan optimisme.
Dengan semua pengalaman ini, Bagnaia tidak hanya belajar dari kesalahan, tetapi juga menunjukkan semangat juang yang tinggi untuk kembali ke jalur kemenangan. Bagi penggemar MotoGP di Indonesia, perjalanan Bagnaia menjadi salah satu kisah menarik yang patut diikuti di musim-musim mendatang.